Tampilkan postingan dengan label Belajar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Belajar. Tampilkan semua postingan

Perbedaan Antara Vitamin D dan Vitamin D3


Anda tentunya sudah sering kali mendapat saran agar anda minum berbagai macam vitamin, dan hal itu membuat anda bertanya-tanya mengenai manfaat yang anda dapat dengan minum berbagai macam vitamin tersebut. Berikut ini beberapa hal yang perlu anda ketahui mengenai vitamin D.  Semasa kecil mungkin sebagian orang suka berjemur di pagi hari, untuk mendapat vitamin D. Mitos itu tidak sepenuhnya salah, namun vitamin D tidak di dapat dengan hanya berjemur saja. Vitamin ini memang agak kompleks dan memang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk tumbuh dan berkembang. Vitamin D sebenarnya ada dua bentuk, cholecalciferol dan ergocalciferol, atau lebih dikenal sebagai vitamin D3 dan vitamin D2.
Pertama Vitamin D dapat ditemukan dalam

Perbedaan Antara Krill dan Plankton




  Krill dan plankton adalah salah satu jenis organisme yang sangat penting karena menjadi awal dari rangkaian suatu rantai makanan di habitatnya asing-masing semisal di  perairan atau samudera, laut, danau kolam, All. Meskipun mempunyai kesamaan, kedua organisme terdebut juga memiliki perbedaan yang mungkin membingungkan bagi orang awam. Keberlangsungan dari kedua organisme ini juga bergantung pada kualitas air dan ketersediaan cahaya di habitatnya. Selain itu, variabel lain yang menentukan keberlangsungannya adalah ketersediaan unsur hara yang meliputi jumlah nitrat, fosfat dan silikat. Perbedaan yang paling mencolok antara dua organisme ini yaitu Krill adalah jenis crustacea kecil yang ditemukan di berbagai habitat air dan menjadi makanan bagi fitoplankton, sementara Plankton adalah satu kelompok yang terdiri dari beragam organisme kecil yang menjadi awal dari berbagai rantai makanan rantai makanan di habitat perairan.

Perbedaan Antara Microwave dan Oven

 Tujuan dari penggunaan microwave dan oven memang sama, oleh karenanya banyak orang dibuat kebingungan dalam membedakannya satu sama lain. Microwave adalah alat elektronik dapur yang tujuannya untuk memanaskan makanan sedangkan oven adalah ruang termal terisolasi yang digunakan untuk pemanasan dan memanggang (baking) suatu zat (substansi). Berikut ini akan dijelaskan beberapa perbedaan utama antara microwave dan oven.

Apa itu Microwave?
Microwave adalah sebuah alat elektronik yang memanaskan makanan, dengan menggunakan radiasi elektromagnetik yang berupa spektrum microwave (gelombang mikro), dalam prosesnya microwave menggunakan pemanasan dielektrik yang menyebabkan molekul dalam satu makanan akan terpolarisasi kemudian memutar dan membangun energi panas yang pada akhirnya akan menghasilkan makanan yang mengalami pemanasan dengan efisien dan cepat. Dahulu yang menemukan microwave pertama kali adalah Percy Spencer, saat itu microwave masih disebut

Perbedaan Antara Televisi LCD dan LED

Televisi LCD


Televisi LCD adalah televisi layar datar yang memanfaatkan teknologi Liquid Crystal Display. Teknologi ini memadukan dua lapisan kaca yang terpolarisasi secara bersamaan. Cairan kristal yang tertahan pada salah satu lapisan. Jadi ada kristal-kristal cair yang melewatinya, atau menghadang laju cahaya, untuk menghasilkan gambar pada layar saat arus listrik melewatinya.

Namun, kristal tidaklah menghasilkan

Ilusi waktu


Kenangan, aku merasakan kenangan saat aku di masa lalu, kenangan yang indah dan pahit, yang semakin lama serasa pudar dan menjadi hambar, aku mengenang ketika semua perasaan dan hatiku mengatakan yang lain di masa lalu, dulu aku belumlah sedewasa ini, belumlah dapat menguasai diriku seperti ini, belum mengalami kesadaran yang seperti ini.
Kini usia ku bertambah, detik demi detik, jam demi jam, saat demi saat. Apakah waktu itu bergulir, berjalan, atau waktu sebenarnya diam saja tidak bergerak, namun kitalah yang bergerak melewati waktu, kita lah yang membuat waktu bergerak, seperti ilusi saat melihat pohon bergerak, bila kita sedang mengendarai kendaraan. Kita akan melihat seolah benda yang diam itu bergerak.
Mungkin seperti itulah waktu, diam, menyaksikan tingkah polah makhluk-makhluk Allah, yang mungkin tingkah kita kadang membuat waktu menangis, tertawa, tersenyum, atau bahkan waktu menjadi geram pada kita. Banyak dari kita yang melewatkan waktu dengan melakukan tindakan yang tidak disukai olehnya. Mungkinkah waktu ikut menjadi saksi bagi kita? Menjadi saksi atas perbuatan kita, dan akan membela atau menjerumuskan bagi yang disaksikannya.
Waktu, ingatlah engkau........

Mutiara cinta


Mutiara sebuah keindahan yang tersusun dalam butiran, yang berintikan kesucian, dibalut dengan kesabaran, demi kepatuhan kepada yang Maha Kuasa. Cinta sebuah rasa yang luar biasa, yang suci, yang dapat terasa , yang sukar digambar dengan kata dan lisan, hanya mampu sedikit terbersit bagian dari cinta jika membicarakannya.

Beribu kisah yang menyatakan cinta, berjuta pernyataan cinta, seberapakah yang sebenarnya cinta, Cinta kepada Dia, cinta kepada dia, cinta kepada mereka, cinta kepadaku.

Banyak hal yang telah terjadi dalam hidupku, namun baru sedikit mutiara yang mampu kutemukan, Sungguh terasa sebuah keindahan dalam pengorbanan, terasa perih namun nikmat Allah mengalir dengan deras padaku.

Ketika ada cinta yang mengembang, bahkan saat tidak ada yang dapat menerima cinta kita, maka akan terasa sekali kebimbangan dalam hati, sejati manusia itu memberikan cinta dan juga menerimanya, entah merasa atau tidak saat mendapatkan cinta, namun cinta yang paling terasa dan sekaligus tidak disadari adalah cinta Allah kepada hamba-Nya.

Bagi hamba Allah yang selalu taat kepadanya, tentu ia menyadari kalau cinta Allah kepada hambanya dapat tersampaikan dalam berbagai bentuk. Berbagai nikmat darinya, entah nikmat itu disukai atau malah dibenci, dan semua nikmat itu tentu dapat dirasakan, namun sebagian besar manusia tidak mau menyadarinya, dan bahkan melupakan bahwa semua nikmat yang dirasakannya berasal dari Allah.

Kecintaanmu Padanya


Oleh : KH. Jalaluddin Rakhmat

Pada pertengahan tahun enam puluhan, saya membentuk keluarga sederhana di tengah tetangga-tetangga yang sederhana dan di perumahan sangat sederhana. Pendapat saya tentang agama juga sederhana. Pegangan saya Al-Quran dan hadis, titik. Saya tidak suka pada peringatan maulid, karena tidak diperintahkan dalam Al-Quran dan hadis. Saya tidak suka salawat yang bermacam-macam selain salawat yang memang tercantum dalam hadis-hadis sahih. Saya senang berdebat mempertahankan paham saya. Saya selalu menang, sampai saya bertemu dengan Mas Darwan.

Mas Darwan adalah orang yang jauh lebih sederhana dari saya. Mungkin pendidikannya tidak melebihi sekolah dasar. Ia pensiunan PJKA. Usianya boleh jadi sekitar enam puluhan. Tetapi penderitaan hidup membuatnya tampak lebih tua. Pendengarannya sudah rusak. Karena itu, ia sedikit bicara, banyak bekerja. Ia sering memperbaiki rumahku tanpa saya minta. Ia sangat menghormati saya, yang dianggapnya seorang kiyai muda di kampung itu. Padahal ia tahu bahwa saya selalu datang terlambat ke mesjid untuk salat subuh.

Untuk mengisi waktunya, ia mencangkul petak-petak kosong yang terletak di antara rel kereta api di dekat stasiun Kiaracondong. Ia menanaminya dengan ubi. Pada suatu hari, ketika ia asyik mencangkul, kereta api cepat dari Yogya menyenggol belakangnya. Ia jatuh terkapar berlumuran darah. Ketika saya mengunjunginya di kamar gawat darurat, saya mendapatkan tubuh Mas Darwan sudah dipenuhi dengan slang-slang transfusi. Saya melihat matanya mengedip padaku dan pada isterinya. Istrinya mendekatkan telinganya ke mulut Mas Darwan. Saya tidak mendengar apa-apa. Sesaat kemudian, ia menghembuskan nafas terakhir.

Saya pulang dengan sedih dan rasa ingin tahu. Apa gerangan yang dibisikkan oleh Mas Darwan pada detik-detik terakhir kehidupannya? Pada hari berikutnya, isterinya mengantarkan nasi tumpeng ke rumahku. Saya hampir menolaknya, karena saya tidak suka selamatan kematian yang biasa disebut sebagai tahlilan. Isterinya bertutur, Pak Kiyai ingat ketika Masku berbisik padaku? Ia berpesan: Bulan ini bulan maulid. Jangan lupa slametan buat Kanjeng Nabi saw.

Pada saat-saat terakhir, Mas Darwan tidak ingat petak-petak ubinya. Ia lupa isteri dan anak-anaknya. Ia lupa dunia dan segala isinya. Yang diingatnya pada waktu itu hanyalah Rasulullah saw. Kepongahan saya sebagai orang yang mengerti agama runtuh. Mas Darwan tidak banyak membaca hadis atau tarikh Nabi saw. Ia memang buta huruf. Ia hanya mendengar tentang Nabi dari guru-gurunya. Ia tidak mengerti apa bedanya sunah dan bidah. Ia hanya tahu bahwa Kanjeng Nabi adalah sosok manusia suci yang menjadi rahmat bagi alam semesta. Tak terasa airmata menghangatkan pipiku. Saya hanya bisa menyimpulkan apa yang terjadi pada Mas Darwan dengan dua patah kata: Cinta Nabi.

Mas Darwan memiliki kecintaan kepada Rasulullah saw yang jauh lebih tulus dariku. Kemampuanku berdebat habis dibakar oleh api cintanya. Pesan terakhir Mas Darwan adalah definisi cinta yang paling tepat. Tidak mungkin cinta didefinisikan secara lebih jelas kecuali dengan cinta lagi. Definisi cinta dalah wujud cinta itu sendiri. Cinta tidak dapat digambarkan lebih jelas daripada apa yang digambarkan oleh cinta lagi, kata Ibn Qayyim al-Jawziyyah dalam Madarij al-Salikin.

Cinta menurut Ibn Qayyim

Cinta tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Tetapi menurut Ibn Qayyim, cinta dapat dirumuskan dengan memperhatikan turunan kata cinta, mahabbah, dalam bahasa Arab. Mahabbah berasal dari kata hubb.

Ada lima makna untuk akar kata hubb.
Pertama, al-shaf wa al-baydh, putih bersih. Bagian gigi yang putih bersih disebut habab al-asnn.

Kedua, al-uluww wa al-zhuhr, tinggi dan tampak. Bagian tertinggi dari air hujan yang deras disebut habab al-mi. Puncak gelas atau cawan disebut habab juga. Ketiga, al-luzm wa al-tsubt, terus menerus dan menetap. Unta yang menelungkup dan tidak bangkit-bangkit dikatakan habb al-ba’’r.

Keempat, lubb, inti atau saripati sesuatu. Biji disebut habbah karena itulah benih, asal, dan inti tanaman. Jantung hati, kekasih, orang yang tercinta disebut habbat al-qalb.

Kelima, al-hifzh wal-imsk, menjaga dan menahan. Wadah untuk menyimpan dan menahan air agar tidak tumpah disebut hibb al-mi.

Marilah kita ukur kecintaan kita kepada Rasulullah saw dengan lima hal di atas.

Pertama, cinta ditandai dengan ketulusan, kejujuran, dan kesetiaan. Anda tidak akan mengkhianati orang yang Anda cintai. Jika Anda mencintai Rasulullah saw, Anda akan tetap setia kepadanya. Anda tidak akan mencampurkan kecintaan Anda kepadanya dengan motif-motif duniawi. Anda akan memberikan seluruh komitmen Anda.

Rasulullah saw pernah menguji kecintaan sahabat sebelum perang Badar. Kepada para sahabat dihadapkan dua pilihan: Menyerang kafilah dagang yang dipimpin Abu Sufyan atau menyerang pasukan Quraisy. Kebanyakan sahabat menghendaki kafilah dagang karena menyerang mereka lebih mudah dan lebih menguntungkan. Nabi saw menghendaki musuh yang akan menyerang Madinah dan berada pada jarak perjalanan tiga hari dari Madinah.

Allah swt berfirman, Dan ingatlah ketika Allah menjanjikan kepadamu dari kedua kelompok, yang satu untuk kamu, tetapi kamu menginginkan yang tidak mempunyai senjata untuk kamu. Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan kalimat-Nya dan menghancurkan pusat kekuatan orang-orang kafir. (QS. Al-Anfal; 7).

Rasulullah saw bersabda: Tuhan menjanjikan kepada kalian dua pilihan menyerang kafilah dagang atau menyerang pasukan Quraisy Abubakar berdiri, Ya Rasulallah, itu pasukan Quraisy dengan bala tentaranya. Mereka tidak beriman setelah kafir dan tidak akan merendah setelah perkasa. Beliau menyuruh Abu Bakar duduk, seraya berkata, Kemukakan pendapatmu kepadaku. Umar berdiri dan mengucapkan pendapat sama seperti pendapat Abu Bakar. Rasulullah saw pun menyuruhnya duduk kembali.

Kemudian Miqdad berdiri, Ya Rasul Allah, memang itulah Quraisy dan bala tentaranya. Kami sudah beriman kepadamu, sudah membenarkanmu, dan kami bersaksi bahwa yang engkau bawa itu adalah kebenaran dari sisi Allah. Demi Allah, jika engkau memerintahkan kami agar kami menerjang pohon yang keras dan duri yang tajam, kami akan bergabung bersamamu. Kami tidak akan berkata seperti Bani Israil kepada MusaPergilah kamu bersama Tuhanmu, beperanglah kalian berdua, kami akan duduk di sini saja. Tetapi kami akan berkata: Pergilah engkau bersama Tuhanmu, berperanglah dan kami akan berperang bersamamu.

Wajah Nabi saw bersinar gembira. Beliau mendoakan Miqdad. Beliau juga meminta pendapat Anshar, kelompok mayoritas yang hadir di situ. Berdirilah Saad bin Muadz: Demi ayah dan ibuku, ya Rasul Allah, sungguh kami sudah beriman kepadamu, membenarkanmu, dan menyaksikan bahwa apa yang engkau bawa itu adalah kebenaran dari Allah. Perintahkan kepada kami apa yang engkau kehendaki… Demi Allah, sekiranya engkau perintahkan kami untuk terjun ke dalam lautan, kami akan terjun ke dalamnya bersamamu. Mudah-mudahan Allah memperlihatkan kepadamu yang menentramkan hatimu. Berangkatlah bersama kami dalam keberkahan dari Allah. Berangkatlah Rasulullah saw bersama sahabatnya meninggalkan kota Madinah untuk menyongsong musuh yang bersenjata lengkap. Pada waktu itulah turun ayat, Sebagaimana Tuhanmu mengeluarkan kamu dari rumahmu dengan kebenaran, walaupun sebagian dari kaum mukminin membencinya. (QS. Al-Anfal; 5).

Sikap Miqdad dan Muadz menunjukkan cinta setia mereka kepada Rasulullah saw. Mereka segera menangkap kehendak kekasihnya Rasulullah saw- dan mereka mengesampingkan tujuan-tujuan duniawi demi membahagiakan Nabi saw yang dicintainya. Di dalamnya juga ada tanda kedua dari cinta, yakni pengutamaan kehendak Rasulullah saw di atas kehendak dan keinginan mereka.

Abdullah bin Hisyam bercerita, Kami sedang bersama Nabi saw. Ia memegang tangan Umar bin Khaththab.

Umar berkata:” Ya Rasul Allah, engkau lebih aku cintai dari apa pun kecuali dari diriku sendiri”.
Nabi saw berkata:” Tidak. Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, belum sempurna iman kamu sebelum aku lebih kamu cintai dari dirimu sendiri”.
Umar berkata lagi: “Sekarang memang begitu demi Allah. Sungguh engkau lebih aku cintai dari diriku sendiri”.
Nabi saw bersabda: “Sekaranglah, hai Umar.

Taktala Imam Ali bin Abi Thalib kw ditanya:” Bagaimana kecintaan kalian kepada Rasulullah saw?
Ia menjawab: “Demi Allah, ia lebih kami cintai dari harta kami, anak-anak kami, orangtua kami dan bahkan lebih kami cintai daripada air sejuk bagi orang yang kehausan”.

Kebenaran ucapan Imam Ali itu dibuktikan dalam peristiwa Uhud. Kepada seorang sahabat perempuan Anshar diperlihatkan anggota keluarganya yang syahid di situ ayahnya, saudaranya, dan suaminya.

Ia bertanya: Bagaimana keadaan Rasulullah saw?
Orang-orang menjawab: Ia baik-baik saja, seperti yang engkau sukai.
Ia berkata lagi: Tunjukkan beliau kepadaku supaya aku pandangi beliau. Ketika ia melihatnya, ia berkata: Sesudah berjumpa denganmu, ya Rasul Allah, semua musibat kecil saja!

Atau ketika Zaid bin Al-Datsanah ditangkap oleh kaum musyrikin. Sambil tidak henti-hentinya menerima penganiayaan dan siksaan, ia diseret dari Masjidil Haram ke padang pasir untuk dibunuh. Abu Sofyan berkata kepadanya: Hai Zaid, maukah Muhammad kami ambil dan kami pukul kuduknya, sedangkan engkau berada di tengah keluargamu? Zaid melonjak, seakan-akan seluruh kekuatannya pulih kembali. Ia membentak: Tidak, demi Allah. Aku tidak suka duduk bersama keluargaku sementara sebuah duri menusuk Muhammad. Kata Abu Sufyan: Aku belum pernah melihat manusia mencintai seseorang seperti sahabat-sahabat Muhammad mencintai Muhammad.

“Ya Rasulullah, kelak jemputlah siapa saja dari ummatmu yang mencintai Allah dan Rasulnya lebih dari cintanya pada apapun juga termasuk keluarganya dan dirinya sendiri , jemputlah ia yang setia kepadamu, menjalankan sunnah yang engkau tegakkan dan yang senantiasa menggumamkan namamu dengan ber-shalawat kepadamu”

10 Wasiat Rasulullah SAW

  1. Jika dia membisikkan: “Anakmu akan”. Jawablah: “Semua akan mati, dan anakku akan ke surga, aku malah senang.”
  2. Jika membisikkan: “Hartamu akan musnah.” Jawablah: “Tak apalah, pertanggung-jawabanku menjadi ringan.”
  3. Jika dia membisikkan: “Orang-orang menzalimi dirimu, sedangkan kamu tidak zalim.” Jawablah: “Siksa Allah akan menimpa orang-orang zalim dan tidak mengenai orang-orang yang baik.” (Aku serahkan kepada Allah SWT)
  4. Jika dia membisikkan: “Betapa banyak kebaikanmu.” Jawablah: “Kejelekanku lebih banyak.” (Astaghfirullah).
  5. Jika dia membisikkan: “Alangkah banyak shalatmu.” Jawablah: “Kelalaianku lebih banyak dari pada shalatku.” (Lalai: tidak mengingat bahwa Allah mengawasi dirinya)
  6. Jika dia membisikkan: “Betapa banyak kamu bersedekah kepada orang-orang.” Jawablah: “Apa yang aku terima Allah jauh lebih banyak dari yang aku sedekahkan.”
  7. Jika dia membisikkan: “Betapa banyak orang yang menzalimu.” Jawablah: “Orang-orang yang aku zalimi lebih banyak.” (Astaghfirullah).
  8. Jika dia membisikkan: “Betapa banyak amalmu.” Jawablah: “Betapa sering aku bermaksiat.” (A’udzubillah)
  9. Jika dia membisikkan: “Minumlah minuman-minuman keras.” Jawablah: “Aku tidak akan mengerjakan maksiat.” (Aku minum sari ttauhid saja).
  10. Jika dia membisikkan: “Mengapa kamu tidak mencintai dunia?” Jawablah: “Aku tidak mencintainya karena telah banyak orang lain yang tertipu olehnya.” (dan mereka sengsara batin, kini sebagian di penjara dan sebagian lagi telah wafat berada di neraka Barzakh. Akan aku kuatkan ekonomiku, tetapi aku tidak akan mencintai harta, karena harta hanyalah alat untuk hidupku, tetapi aku bukan untuk harta).

RASUL PUN MENANGIS

REPUBLIKA.CO.ID. Ubaid bin Umar dan ‘Atha’ bertanya kepada Siti Aisyah radhiyallahu anha (RA). ”Ceritakanlah kepada kami hal yang paling menakjubkanmu yang engkau lihat dari Rasulullah SAW.” Kemudian, sambil terisak Siti Aisyah menjawab, “Kana kullu amrihi ‘ajaba, Sungguh semua ikhwal Rasululullah SAW sangat menakjubkan.” Siti Aisyah melanjutkan, “Pada suatu malam beliau datang kepadaku sehingga kulit kami saling bersentuhan. Beliau berbisik, “Ya Khumaira (panggilan Rasulullah kepada Aisyah, wahai yang bewarna kemerah-merahan), izinkanlah aku beribadah kepada Tuhanku.”

Maka, beliau meninggalkanku dan mengambil gharibah air untuk berwudhu. Tidak lama setelah beliau takbir, aku dengar beliau terisak-isak. Dadanya bagaikan terguncang. Rasulullah terus-menerus menangis, sehingga air matanya membasahi janggut dan bertetesan ke tanah. Rasulullah larut dalam tangisan sampai dikumandangkan azan Subuh. Dan, Bilal memberi tahu waktu shalat Subuh telah masuk. Bilal menyaksikan keadaan Nabi yang masih terisak dan dia berkata, “Ya Rasulullah, mengapa engkau menangis? Padahal, dosa-dosamu telah diampuni Allah. Engkau adalah kekasih Allah yang paling utama?” kata Bilal. Maka, Rasul menjawab, “Sungguh besar kasih sayang-Nya, tetapi betapa aku belum menjadi hamba yang bersyukur.”

Abdullah bin as-Syikhir berkata, “Saya datang kepada Rasulullah SAW, sedangkan beliau sedang shalat maka terdengarlah isak tangis beliau yang bergemuruh di dalam dadanya, bagaikan suara air mendidih dalam bejana.” (Diriwayatkan oleh Dawud dan Turmudzi).

Dari hadis ini dapat kita ambil hikmah, betapa Nabiyullah Muhammad SAW masih menangis dan merasakan belum menjadi hamba yang bersyukur. Padahal, beliau adalah hamba yang ma’shum, yakni bersih dari dosa. Selain itu, Allah SWT juga memuliakannya melebihi siapa pun makhluk ciptaan-Nya. Rasulullah adalah al-Musthafa (manusia pilihan) yang pertama kali memasuki surga sebelum yang lain memasukinya.

Bagaimana dengan kita?

Apakah Tuhan itu jahat?

Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada? Apakah kejahatan itu ada? Apakah Tuhan menciptakan kejahatan?

Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswanya dengan pertanyaan ini, "Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?” Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, "Betul, Dia yang menciptakan semuanya".

"Tuhan menciptakan semuanya?" Tanya professor sekali lagi.

"Ya, Pak, semuanya" kata mahasiswa tersebut.

Profesor itu menjawab, "Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan."
Mahasiswa tadi terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau agama itu adalah sebuah mitos.

Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, "Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?"

"Tentu saja," jawab si Profesor

Si Mahasiswa berdiri dan bertanya, "Profesor, apakah dingin itu ada?"

"Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak pernah sakit flu?" Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.

Sang Mahasiswa menjawab, "Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata 'dingin' untuk mendeskripsikan ketiadaan panas."
Ia melanjutkan, "Profesor, apakah gelap itu ada?"

Profesor menjawab, "Tentu saja itu ada."
Mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi Anda salah, Pak. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan di mana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata 'gelap' dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya."
Akhirnya si mahasiswa bertanya, "Profesor, apakah kejahatan itu ada?"

Dengan bimbang professor itu menjawab, "Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan."
Sang Mahasiswa menjawab, "Sekali lagi Anda salah, Pak. Kejahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kejahatan. Kejahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih sayang Tuhan di hati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya."
Si Profesor terdiam.

Mahasiswa itu adalah Albert Einstein.

Sumber